Perang Israel-Iran Meledak, Harga Minyak Melonjak, Inflasi Siap Menggigit 15%

RETORIS.ID staff

Tim Retoris.id

14-Jun-2025

Perang Israel-Iran Meledak, Harga Minyak Melonjak, Inflasi Siap Menggigit

Perang Israel dan Iran memicu lonjakan harga minyak dunia dan meningkatkan risiko inflasi global. Simak analisis dampaknya terhadap ekonomi Indonesia dan stabilitas pasar energi dunia.

Serangan udara Israel ke fasilitas militer dan nuklir Iran pada 12 Juni 2025 menandai titik panas baru dalam tensi geopolitik kawasan Timur Tengah. Iran merespons, dan dunia pun menahan napas. Di balik ketegangan tersebut, pasar energi global bereaksi keras. Harga minyak melonjak dalam semalam, memperkuat kekhawatiran bahwa konflik terbuka antara dua negara ini bisa berdampak langsung pada isi dompet masyarakat di berbagai belahan dunia—termasuk Indonesia.

Minyak Naik, Pasar Panik

Pasar tidak menunggu konfirmasi eskalasi. West Texas Intermediate (WTI), patokan minyak mentah Amerika Serikat, melonjak 7,5% menjadi $73,12 per barel hanya dalam satu hari. Bahkan sebelumnya, sempat menyentuh kenaikan intraday hingga 14%, tertinggi dalam beberapa tahun terakhir. Sementara Brent, patokan global, naik lebih dari 8% ke $74 per barel.

Kenaikan ini bukan karena pasokan minyak sudah terganggu, melainkan karena kekhawatiran besar akan potensi terganggunya pasokan di masa mendatang. Kekhawatiran itu cukup untuk membakar reaksi pasar.

Inflasi Mengintai dari Balik Konflik

Kenaikan harga minyak tidak berdiri sendiri. Ia membawa serta satu hantu lama: inflasi. Dalam laporan Investopedia, ekonom Ryan Sweet dari Oxford Economics memperkirakan bahwa setiap kenaikan $10 dalam harga minyak dapat mendorong inflasi naik 0,5 poin persentase. Artinya, jika minyak menembus $100 atau bahkan $120 seperti prediksi JPMorgan, inflasi bisa kembali meroket di saat banyak negara baru saja menghela napas setelah gelombang inflasi pasca-pandemi.

Padahal, data inflasi terakhir menunjukkan penurunan signifikan. Indeks Harga Konsumen (CPI) Amerika Serikat naik 2,4% secara tahunan per Mei 2025, sebagian besar karena harga bensin yang turun 12% dalam setahun terakhir. Tapi kestabilan ini jelas rapuh jika konflik berubah menjadi skenario terburuk.

Tiga Skenario, Satu Ancaman Bersama

Laporan The Economist menggambarkan tiga kemungkinan besar yang bisa terjadi:

1. Ketegangan Terbatas, Harga Kembali Turun

Jika respons Iran bersifat simbolik, dan Israel tidak melanjutkan serangan dalam jangka panjang, maka harga minyak bisa turun kembali ke kisaran $65–$70 per barel. Ini pernah terjadi Oktober lalu saat situasi sempat memanas namun diredam cepat.

2. Gangguan Parsial Pasokan Minyak

Jika ekspor minyak Iran terganggu hingga 600.000 barel per hari, dampaknya terhadap pasar global relatif kecil, hanya sekitar 0,6% dari pasokan dunia. Kenaikan harga mungkin hanya $5–$10 per barel. Namun tetap signifikan, terutama bagi negara pengimpor seperti Indonesia.

3. Penutupan Selat Hormuz dan Serangan ke Infrastruktur

Inilah skenario yang paling ditakuti. Selat Hormuz adalah titik sempit strategis yang dilalui sekitar 30% minyak dunia. Jika ditutup, atau jika fasilitas minyak di Arab Saudi, UEA, atau Kuwait terkena serangan, harga minyak bisa melonjak jauh di atas $100 per barel, bahkan menembus $120. Sebuah mimpi buruk bagi pasar energi global dan stabilitas ekonomi negara-negara pengimpor.

Namun penutupan Selat Hormuz adalah langkah ekstrem yang juga merugikan Iran sendiri, mengingat mereka juga sangat bergantung pada jalur ini untuk ekspor ke Cina. Karena itu, meskipun selalu menjadi ancaman retoris, banyak analis menilai Iran belum akan menempuh jalur ini—setidaknya untuk saat ini.

Apa Artinya Bagi Kita?

Bagi masyarakat Indonesia, ini bukan sekadar berita internasional. Indonesia adalah negara net importir minyak. Kenaikan harga minyak global hampir selalu diikuti oleh peningkatan harga BBM di dalam negeri, baik secara langsung maupun melalui mekanisme subsidi yang membebani APBN. Inflasi energi berdampak langsung pada harga pangan, transportasi, dan logistik.

Artinya, konflik yang terjadi ribuan kilometer dari Jakarta tetap bisa terasa dampaknya di pasar, pom bensin, bahkan meja makan kita. Situasi ini menuntut kewaspadaan dan kesiapan, bukan hanya dari pemerintah, tapi juga dari masyarakat luas.

Sumber:

  • Investopedia, Colin Laidley, What Israel-Iran Fighting Could Mean for Oil Prices and Inflation

  • The Economist, What an Israel-Iran war means for oil prices, 13 Juni 2025

Topik :
Similar Posts

Komentar (0)

Tinggalkan Komentar

Ikuti Melalui Email

Dapatkan info terbaru, dikirim ke email Anda