7 Tanda Platform Digital Tidak Patuh terhadap Keamanan Siber 15%

RETORIS.ID kontributor

Dhanipro

08-Jul-2025

7 Tanda Platform Digital Tidak Patuh terhadap Keamanan Siber

Pada artikel sebelumnya, kita telah membahas bagaimana manusia dan AI berlomba — atau berkolaborasi — dalam menciptakan ide. Kita menyimpulkan bahwa di era digital, bukan hanya kecepatan berpikir yang menentukan, tapi juga kecerdasan dalam menavigasi risiko.

Kali ini, kita melangkah lebih jauh: setelah ide diciptakan dan dijalankan melalui platform digital, bagaimana kita memastikan bahwa data, dana, dan sistem yang menopangnya tetap aman?

Di tengah derasnya transformasi digital, serangan siber tidak lagi menargetkan sistem besar seperti perbankan atau militer saja. Platform investasi, marketplace, bahkan aplikasi keuangan kecil kini menjadi sasaran empuk. Dan ketika celah keamanan ditemukan, dampaknya bisa langsung terasa — dari kebocoran data pribadi hingga kerugian finansial yang tidak kecil.

Kita masih ingat bagaimana publik sempat gempar ketika data imigrasi Indonesia diduga bocor dan diperjualbelikan secara bebas. Sebelumnya, data BPJS, Dukcapil, dan e-commerce lokal juga mengalami nasib serupa. Fakta-fakta ini memperlihatkan bahwa di balik kemudahan teknologi, terdapat ketidaksiapan sistem yang seharusnya menjadi fondasi kepercayaan digital.

Di sinilah keamanan siber (cybersecurity) memainkan peran penting. Ia adalah fondasi teknis dan etis dalam menjaga kerahasiaan (confidentiality), integritas (integrity), dan ketersediaan (availability) dari seluruh informasi digital yang kita miliki — atau percayakan pada platform.

Jika Anda diminta memberikan NIK, nomor telepon, alamat email, dan data rekening kepada platform digital. Ini wajar, dan bahkan diwajibkan oleh regulator untuk proses verifikasi identitas (KYC). Tapi di luar regulasi, ada satu hal yang tak boleh kita lupakan:

Bagaimana cara platform mengelola dan melindungi data yang Anda berikan?

Artikel ini akan membahas 7 tanda yang menunjukkan bahwa sebuah platform digital — termasuk platform investasi — mungkin tidak patuh terhadap prinsip-prinsip keamanan siber. Anda tidak perlu menjadi pakar untuk memahaminya, cukup pahami tandanya, dan jadilah pengguna yang tidak mudah terkecoh oleh penampilan luar.

Karena di era digital, keamanan adalah bagian dari strategi.

1. Tidak Menggunakan HTTPS/SSL

Jika sebuah platform masih menggunakan alamat dengan protokol http:// dan bukan https://, ini adalah tanda bahaya. Tanpa enkripsi SSL, informasi yang Anda kirimkan — termasuk email dan password — dapat disadap oleh pihak ketiga. Hal ini bukan sekadar soal teknis, tapi juga mencerminkan sikap platform terhadap keamanan pengguna.

Pengguna cerdas tahu: akses keuangan digital harus selalu diawali dengan ikon gembok di bilah alamat.

2. Validasi Terbuka terhadap Data Sensitif

Banyak platform menampilkan notifikasi seperti: "Nomor ini sudah terdaftar" saat pengguna mengisi form registrasi. Tampak membantu? Tidak juga.

Sebetulnya ini adalah celah keamanan yang dapat dimanfaatkan untuk mengecek apakah seseorang sudah terdaftar di platform tertentu, cukup dengan mencoba NIK atau email secara acak. Inilah yang disebut dengan account enumeration, dan ini sangat berbahaya jika jatuh ke tangan pihak yang berniat buruk.

Ingat: dalam keamanan siber, implisit seringkali lebih aman daripada eksplisit.

Namun, kita juga perlu membedakan platform seperti Google, yang menyediakan layanan akun terpusat lintas produk (Gmail, YouTube, Drive), memiliki kendali langsung atas data autentikasi seperti email.

Jadi ketika Anda mendaftar menggunakan saya@gmail.com dan muncul pesan “email sudah terdaftar”, itu wajar — karena email tersebut adalah data milik Google sendiri.

Sebaliknya, jika suatu platform pihak ketiga meminta Anda memasukkan email, nomor HP, atau NIK untuk diverifikasi — padahal itu data milik pengguna dan bukan sistem autentikasi internal mereka — maka menampilkan notifikasi eksplisit justru membuka celah risiko.

 

3. Tidak Ada Mekanisme Pemblokiran Saat Gagal Login Berulang

Apakah platform yang Anda gunakan memblokir akun atau mengaktifkan CAPTCHA setelah 5 kali gagal login? Jika tidak, maka kemungkinan besar mereka tidak melindungi akun Anda dari serangan brute force.

Bayangkan seseorang mencoba ribuan kombinasi password pada akun Anda, dan sistem tidak menganggap itu sebagai masalah. Ini bukan kelalaian kecil — ini adalah undangan terbuka untuk peretasan.

4. Tidak Menyediakan Log Aktivitas Pengguna

Transparansi adalah bagian dari keamanan. Jika Anda tidak dapat melihat riwayat aktivitas seperti login terakhir, perangkat yang digunakan, atau IP address, maka Anda dan Platform tidak memiliki kendali atas potensi anomali.

Lebih buruk lagi, platform juga akan kesulitan melakukan audit forensik jika terjadi insiden kebocoran data. Ini seperti rumah tanpa kamera keamanan — Anda tidak tahu kapan pintu dibobol dan siapa pelakunya.

5. Tidak Menampilkan Kepatuhan Regulasi dan Sertifikasi

Platform yang serius dalam keamanan biasanya menampilkan sertifikasi seperti ISO 27001 atau laporan SOC 2 sebagai bukti komitmen mereka terhadap standar internasional.

Ketiadaan informasi ini bukan berarti platform ilegal — tetapi bisa berarti mereka belum berinvestasi serius dalam sistem keamanan. Dalam dunia yang diatur ketat, komitmen terhadap regulasi dan transparansi menjadi indikator kepercayaan.

Jadi, jika sebuah platform menampilkan sertifikasi, itu indikator positif, tapi bukan jaminan menyeluruh. Sebaliknya, jika tidak ada informasi sama sekali tentang audit atau kepatuhan, ini bisa menjadi sinyal bahwa mereka belum berinvestasi cukup serius dalam sistem keamanan dan transparansi.

6. Mengirim Password Melalui Email Saat Reset Kata Sandi

Jika Anda pernah menerima password langsung melalui email setelah klik "Lupa Password", segera waspadai. Praktik ini berarti platform menyimpan password dalam bentuk teks biasa (plain text), yang merupakan kesalahan keamanan fatal.

Prosedur yang benar adalah mengirim link reset yang hanya bisa digunakan satu kali dan kadaluarsa dalam waktu singkat. Bila tidak, artinya data Anda — dan semua pengguna lainnya — rentan dibocorkan.

Suatu data yang hanya boleh diketahui oleh pengguna, seperti password, seharusnya tidak pernah bisa dibaca ulang — bahkan oleh sistem itu sendiri. Karena itu, password yang aman harus disimpan dalam bentuk hash yang tidak bisa dibalikkan.

7. Menyarankan Penggunaan Browser Versi Lama

Platform yang meminta pengguna untuk menggunakan versi lama browser menunjukkan bahwa mereka tidak memperbarui sistemnya agar kompatibel dengan teknologi terbaru. Ini bukan hanya tidak efisien — ini berbahaya.

Browser versi lama rentan terhadap berbagai eksploitasi, dan bila platform tidak mengikuti standar keamanan terbaru, investasi Anda bisa berjalan di atas sistem yang usang dan penuh lubang.

Penutup

Investasi digital bukan sekadar soal imbal hasil, tapi juga soal keamanan sistem yang menampung data dan dana Anda. Ya, regulator mewajibkan platform untuk mengumpulkan data pribadi demi verifikasi. Tapi kewajiban pengguna memberikan data, tidak otomatis membuat platform sah menyalahgunakannya atau menyimpannya secara sembarangan.

Sebagai pengguna yang bijak dan melek teknologi, Anda perlu bertanya:

Apakah platform ini layak dipercaya tidak hanya karena legalitasnya, tetapi juga karena komitmennya pada keamanan?

Jangan tunggu sampai insiden kebocoran data terjadi. Periksa platform yang Anda gunakan hari ini — dan jika menemukan salah satu tanda di atas, pertimbangkan untuk bertanya lebih dalam. Investasi yang baik dimulai dari platform yang aman.

Topik :
Similar Posts

Komentar (0)

Tinggalkan Komentar

Ikuti Melalui Email

Dapatkan info terbaru, dikirim ke email Anda